Mantan Romusha Usia 100 Tahun di Kota Batu Bagikan Tips Awet Sehat

13 Maret 2023 21:10

Kota Batu, SJP – Mbok Rami, perempuan yang berusia genap 100 tahun pada 1 Juli 2023 mendatang, masih dalam keadaan sehat dan dikisahkan hampir tidak pernah sakit.
Mbok Rami kini tinggal di Jalan Diponegoro III nomor 1A, Dusun Junwatu, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu dirawat oleh kedua cucunya.
Cucu Mbok Rami, Maftuha, mengisahkan jika selama merawat neneknya itu, ia mengaku belum pernah sekalipun direpotkan oleh penyakit yang diderita neneknya.
"Saya ini cucu menantu sebenarnya, karena saya menikah dengan cucu kandung Mbok Rami. Cuma beliau lebih cocok ikut saya dan suami, juga Adik suami saya dan istrinya," katanya.
Rumah kedua cucu Mbok Rami memang bersebelahan. Kedua cucunya telah berkeluarga, namun bergantian menjaga dan merawat Mbok Rami.
"Sejak tahun 2013 saya merawat mbah, dan sampai sekarang belum pernah direpotkan karena beliau sakit. Beliau tidak pernah dirawat di rumah sakit, sejak beliau muda," terang Maftuha.
Sekadar gejala flu ringan, atau demam ringan juga diare, ditambahkan Maftuha, pernah dialami. Namun, pola hidup sehat dirasa menjadi faktor utama daya tahan tubuh Mbok Rami masih prima hingga hari ini.
"Beliau sehat sekali, jika kita pegang tangan beliau, masih terasa keras, dan masih memiliki pendengaran yang peka. Hanya saja penglihatan beliau sudah kabur," imbuhnya.
Meski dalam kondisi penglihatan kurang, Maftuha mengatakan, jika di rumah sedang tidak ada orang, Mbok Rami sering mencuri waktu untuk cuci baju dan piring.
"Kadang kalau saya sedang tidak di rumah, piring sisa beliau makan atau baju beliau yang kotor dicuci sendiri," lanjut dia.
Tips sehat yang bisa dibagikan oleh Maftuha dari Mbok Rami, adalah terkait pola makan dan pola tidur.
"Mbah itu sejak zaman beliau muda, tidak pernah makan yang mengandung minyak. Beliau jarang sekali makan daging, lebih banyak makan sayuran dan doyan air putih," papar Maftuha.
Selain pola makan, Mbok Rami diceritakan Maftuha, tidak pernah tidur melewati tengah malam dan bangun sebelum subuh.
"Beliau ini jam 9 malam sudah tidur, dan setiap mendengar adzan salat subuh beliau bangun untuk salat, dan tidak tidur lagi," lanjutnya.
Delapan hingga sepuluh tahun lalu, ketika penglihatan Mbok Rami masih bagus, setelah salat subuh ia melanjutkan aktivitas seperti membersihkan rumah dan menyapu halaman.
"Sekarang beliau saya batasi untuk beraktivitas. Jadi kalau pagi, saya temani berjemur hingga pukul 9 pagi, setelah itu saya ajak makan dan saya minta istirahat," ujar Maftuha.
Kepada suarajatimpost.com Mbok Rami secara langsung mengemukakan, jika ingin hidup sehat hanya cukup melakukan tiga hal.
Pertama, ia menyarankan sering tirakat (puasa, red) dan makan tidak sampai kenyang. Kedua, tidak memikirkan hal yang bukan urusan sendiri, dan ketiga, jangan pernah meninggalkan salat.
"Pingin sehat yo tirakat, ora oleh dengki, ojo ninggal sembahyang. (Ingin sehat ya puasa, jangan dengki, jangan meninggalkan salat," kata Mbok Rami.
Menjadi Romusha di Gua Jepang, Kota Batu
Pada 8 Maret 1942, militer Jepang berhasil menaklukkan Hindia Belanda secara de jure hanya dalam tempo delapan hari.
Kesuksesan Jepang menduduki wilayah Hindia Belanda akhirnya membuat pasukan Belanda dan Sekutu hengkang meninggalkan Hindia Belanda atau rela menjadi tawanan perang.
Kelompok nasionalis, yang menyambut dan mengelukan-elukan kekuatan Jepang sebagai bangsa pembebas akibat frustasi dijajah pemerintah kolonial Belanda, dihianati.
Periode Invasi Jepang 1942–1945 di Indonesia seolah mempunyai dua sisi mata uang, yaitu sejarah masa kelam bangsa dan menguatnya rasa nasionalisme.
Masa kelam tersebut terjadi karena eksploitasi di hampir seluruh lapisan masyarakat untuk kepentingan perang Asia Timur Raya dan untuk ekspansi militer Jepang.
Romusha, adalah serdadu pekerja yang dibentuk oleh Jepang yang diambil dari pribumi, dipekerjakan tidak manusiawi dan dibayar tidak pantas.
Mbok Rami adalah saksi hidup masa kelam tersebut. Mulai menjadi telik sandi atau mata-mata pejuang saat menghadapi Belanda, hingga terlibat romusha di zaman penjajahan Jepang.
"Melok Londo iku soro. Aku ndisek bagian ngandani lek ono Londo liwat," cerita Mbok Rami dalam bahasa Jawa.
Ia mengatakan, ikut Belanda itu susah. Ia dulu dapat tugas memberikan informasi jika ada Belanda lewat.
"Yu Ton digerbuk Londo ndek ngarep e Kang Jan. Moro Kang Jan diseret, digepuki. Aku mlayu singitan ndek perengan," kisahnya.
Mbok Rami menceritakan kekejaman Belanda kepada kaum wanita. "Mbak Ton diperkosa didepan Mas Jan (suami Mbak Ton, red). Lali Mas Jan diseret dan dipukuli. Saya lari, bersembunyi di tebing," ungkap Mbok Rami.
Nasib nahas tersebut, berlanjut dialami Mbok Rami pada masa penjajahan Jepang yang menerapkan romusha.
"Aku dipekso nyambut gawe ngusung lemah. Nipon ngeduk guwo ndek Deso Tlekung. Aku taku digedig ndasku Karo bedoli," imbuh Mbok Rami.
Ia bercerita jika ia dipaksa bekerja mengangkut tanah, ketika Jepang membangun gua di Desa Tlekung. Mbok Rami mengaku pernah dipukul dengan gagang senapan, hanya karena ia istirahat sebab kakinya terantuk batu dan berdarah.
"Buruane yo mek karak. Anjok omah tak rendem, mene isuk di dang, dipangan karo kelopo parut," katanya.
Nasi kering yang ia dapatkan sebagai imbalan, direndam air panas, dan dimakan dengan kelapa yang diparut agar nikmat dimakan.
Kendati demikian, Mbok Rami tidak pernah mengetahui alasan Jepang membangun gua yang terletak di Desa Tlekung, Kota Batu itu.
"Yo embuh digawe opo. Ndek njero guwo iku yo akeh kamar-kamarnya," imbuh Mbok Rami.
Ia mengatakan jika kontur Gua Jepang di Kota Batu tidak hanya lorong. Namun banyak terdapat kamar-kamar yang digali para romusha.
Sekadar informasi, Mbok Rami menikah dua kali. Pernikahan pertama, ia tidak dianugerahi anak. Baru dengan suami kedua, ia hanya memiliki satu orang putri.
Mbok Rami dinikahi oleh almarhum Mbah Parto, yang merupakan tokoh agama di Desa Junrejo yang juga seorang pejuang meski bukan tentara.
Kepala Desa Junrejo, Andi Faisal Hasan, mengatakan jika Mbah Parto adalah inisiator Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di Desa Junrejo.
"Dulu sebelum marak TPQ seperti sekarang, Mbah Parto terlebih dulu membuka majelis taklim di rumah beliau," kata kepala desa.
Faisal menambahkan, saat ini banyak diantara santri Mbah Parto yang juga meneruskan perjuangan mengenalkan Al Quran.
"Santrinya Mbah Parto banyak. Sekarang, yang sudah jadi dan punya majelis pengajian sendiri juga banyak," lanjutnya.
Kepala Desa Junrejo itu lantas mengajak masyarakat untuk tidak melupakan sejarah, dan menghargai para pelaku sejarah yang masih hidup, terlebih yang sudah wafat.
"Para pendahulu kita ini luar biasa perjuangannya, tidak bisa kita ganti dengan harta. Tugas kita hanya merawat dan menjaga bangsa ini," tandas dia. (*)
Penulis: Syaiful Islam
Editor: Doi Nuri
Tags
Mantan Romusha Usia 100 Tahun di Kota Batu Bagikan Tips Awet Sehat
APA REAKSI ANDA?
0 Sangat Suka
0 Suka
0 Tertawa
0 Flat
0 Sedih
0 Marah