Rabu, 31 Mei 2023
Opini

Buah Perjuangan Para Buruh Hingga PKI, Ini Sejarah THR

profile
Donny

24 April 2023 06:30

1.6k dilihat
Buah Perjuangan Para Buruh Hingga PKI, Ini Sejarah THR
Ini sejarah dan perjuangan di balik adanya budaya pemberian THR. Minggu, (23/4/2023) (Suara.com / SJP)

Penulis: Donny Maulana
Ketua Cabang GMNI Malang

Kota Malang, SJP - Setiap momentum hari raya Idulfitri tidak pernah terlepas dari yang namanya Tunjangan Hari Raya (THR).

THR seringkali dinanti-nanti oleh para pekerja dimanapun tempat kerja mereka.

Bahkan, pemaknaan THR makin hari makin bergeser, yang mana semua golongan terutama anak-anak hingga remaja juga 'mencari' THR kepada sanak saudara ketuka lebaran tiba.

Namun pernahkah pembaca mengerti bagaimana sejarah awal adanya THR dan berkembangnya hingga hari ini?

Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Donny Maulana sajikan ulasannya sebagai bacaan untuk menemani lebaran bersama keluarga tercinta.

Dilansir dari Neo Historia Indonesia, THR pertama kali dicetuskan oleh Soekiman Wirjosandjojo pada sekira tahun 1951.

Beliau merupakan Perdana Menteri dari Partai Islam Masyumi yang menjabat pada tahun 1951—1952.

Konsep THR pertama ini berupa persekot atau uang pinjaman (pinjaman awal) dengan tujuan agar dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat.

Uang persekot akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya.

Para penerima persekot ini awal mulanya hanya dari golongan aparatur sipil negara (ASN).

Jumlah persekot lebaran para ASN berkisar antara Rp125 hingga Rp200.

Kebijakan itu kemudian dilanjutkan oleh Perdana Menteri berikutnya dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Ali Sastroamidjojo.

Karena hanya untuk para ASN, para buruh dan pekerja merasa kebijakan itu tidak adil dan hanya menguntungkan aparatur sipil negara saja.

Oleh karena itu, organisasi sayap milik PKI yakni Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), kemudian menggerakan para buruh untuk berdemonstrasi untuk menuntut adanya THR pada 13 Februari 1952.

Menteri Perburuhan saat itu, Sutan Muchtar Abidin yang merupakan Kader Partai Buruh segera menerbitkan Surat Edaran No. 3676 tahun 1954 yang 'menganjurkan' agar para pengusaha memberikan hadiah lebaran yang berkisar antara Rp50 hingga Rp300.

Karena Surat Edaran itu hanya menganjurkan dan bersifat tidak wajib, tidak sedikit pengusaha yang memilih untuk tidak memberikan hadiah lebaran 

Melihat adanya celah tersebut, sehingga SOBSI mengajak para buruh untuk berdemo kembali agar ada peraturan yang lebih tegas terkait THR.

Melihat adanya eskalasi aksi yang besar, Menteri Perburuhan yang baru, Raden Ahem Erningpraja (non-partai), menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1/1961 yang mewajibkan THR diberikan oleh para pengusaha.

Memasuki Orde Baru (Masa Presiden Soeharto) sangat memprioritaskan investasi asing dan menilai bahwa THR adalah program kiri yang menghambat iklim investasi. 

Akibatnya, pada tahun 1972, pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa THR tidak wajib diberikan jika kepemilikan perusahaan beralih.

Kewajiban pemberian THR berhasil didapatkan oleh para buruh di penghujung era Orde Baru setelah serangkaian aksi demonstrasi yang digerakkan oleh Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) hingga puncaknya pada tahun 1994.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 tentang Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di perusahaan yang juga mencakup kewajiban pemberian THR di dalamnya.

Kebijakan tersebut masih berlaku hingga saat ini dengan setiap tahunnya ada peraturan menteri yang menjamin pemberian THR sebagai salah satu hak dari para pekerja saat memasuki hari raya Idulfitri. (**)

Editor: Doi Nuri

Tags
Anda Sedang Membaca:

Buah Perjuangan Para Buruh Hingga PKI, Ini Sejarah THR

Share

APA REAKSI ANDA?

0 Sangat Suka

0 Suka

0 Tertawa

0 Flat

0 Sedih

0 Marah

ADVERTISEMENT