Beda dengan Kisah Keluarga Korban Disabilitas, Ini Tanggapan FIF Mojokerto

17 Februari 2023 16:05

Kabupaten Mojokerto, SJP - Seorang penyandang disabilitas, tuna tungu dan tuna wicara, Rahmat Debbie Varahdyanto (26) di Mojokerto mengalami trauma ketika motornya dirampas oleh PT Dwi Cipta Mulya (DCM) Profesional Collection dan PT. FIF (Federal International Finance) Mojokerto, Sabtu (7/1/2023).
Ibu korban, Nur Ainin Khasanah (49) mengatakan, sejak dari kecil anaknya Rahmat Debbie Varahdyanto sering sakit-sakitan. Ketika menginjak dewasa diperlakukan seperti ini, bagaimana rasanya seorang ibu mendengar hal seperti ini.
"Anak saya itu kerja sebagai supeltas, terus pas jam 12 siang itu mau sholat. Berhenti di warung itu, ia didatangi oleh debt collector, sepeda motornya mau diambil. Anak saya kan tidak mengerti sama sekali tentang sepeda," ungkap Nur Ainin Khasanah yang matanya berkaca-kacar.
Lebih lanjut, dikatakan Nur Ainin Khasanah, yang anak saya takutkan itu ia tidak boleh bekerja sebagai supletas (nglebet) oleh polisi. Debt collector itu dikira polisi oleh anak saya, karena anak saya tidak mengeri kasus sepeda motor.
"Lalu, debt collector ditanya oleh orang-orang di sekitar warung itu, katanya mau diantar pulang. Ternyata tidak, ia ditikung di tengah jalan, depan masjid Terusan, lalu dibawa ke kantor FIF. Kemudian, anak saya diantar oleh Gojek. Pada waktu itu nampak wajah anak saya pucat, ketakutan. Waktu di FIF, anak saya mau menghubungi keluarga tetapi tidak diperbolehkan," jelas ibu korban sembari terus mengusap air mata yang menetes di wajahnya.
Menurutnya, motor anaknya itu diambil paksa oleh debt collector dan DCM. Ketika ditanya, siapa yang mengambil motornya, ia mengatakan polisi karena ia tidak mengerti kalau itu debt collector, karena ia takut dipenjara.
"Anaknya trauma bahkan sampai kemarin itu sakit, badannya demam, masih dihantui rasa takut dipenjara. Pada di FIF itu, anak saya sendiri. Seharusnya kan pihak keluarga itu menghubungi kami selaku orang tua dan keluarga. Kenapa tidak diantar pulang, malah saya diminta membayar gojek Rp 30 ribu," ujarnya, sembari sesekali nafas tertahan dan berat karena sedih dan menangis.
Nur Ainin Khasanah juga menuturkan, bahwa ada surat peringatan dari FIF yang tertulis dari tanggal 9 Januari 2023 dan baru sampai ke rumah tanggal 11 Januari 2023, padahal kendaraan sudah diambil paksa tanggal 9 Januari 2023. Bahkan, ada kuitansi dengan angsuran yang sama, kalau tidak salah angsuran ke-30.
"Terus pada hari yang sama tanggal 7 Januari 2023, sekitar pukul 14.00 saya telpon Pak Adit dari pihak penagihan. Saya bilang kenapa motor saya diambil, maksudnya apa? Pak Adit menjawab, kok bisa, kenapa tidak koordinasi dahulu dengan saya," jelas Sutejo sebagai pemilik kontrak dengan FIF.
Sedangkan, adik korban Dea Violita (23) menuturkan, kejadian berawal ketika kakaknya Debby sedang bekerja nglebet (supeltas) di sebelah jembatan padangan deket sampah. Kakaknya merasa beberapa hari ini ada yang mengawasi.
"Sampai pada situasi dimana jam 12.00 kakak saya sedang beristirahat. Pada saat itulah kakak saya didatangi 4 debt collector tapi yang 1 memantau dan yang 3 itu melakukan aksinya. Keterangan debt collector yang diberikan kepada masyarakat sekitar tempat kakak saya bekerja adalah berkaitan dengan BPKB maka dari itu kakak saya diantar pulang," ungkap Dea Violita.
Lebih lanjut, Dea mengatakan, namun kenyataannya tidak diantarkan pulang malah di tengah perjalanan kakaknya ditanyai membawa stnk atau tidak. Maka, kakaknya menjawab membawa.
"Sehingga, kakak saya langsung dibawa ke kantor FIF dan diminta tanda tangan. Pada situasi tersebut, kakak saya meminta waktu untuk menghubungi keluarganya namun tidak diperbolehkan. Setelah tanda tangan, kakak saya diantarkan gojek dengan biaya sendiri, tidak dibiayai oleh pihak FIF maupun debt collectornya," cetusnya.
Sementara itu, Kepala Cabang FIF Mojokerto, M Badrul Huda mengatakan, jadi pihaknya melihat dari CCTV itu, bahwa yang bersangkutan pemakai unit itu bersama seorang perempuan pakai hijab merah, Sabtu (7/1/2023) sekitar pukul 10.00-11.00.
Jadi tidak benar pernyataan yang mengatakan bahwa yang bersangkutan sebagai difabel tidak ada yang mendampingi, lanjut M Badrul Huda, tetapi tidak apa-apa, itu hak mereka memberikan pernyataan. Semua bukti nanti akan pihaknya sampaikan waktu di persidangan.
"Cuma, kita tidak tahu siapakah itu, apakah memang saudaranya atau isterinya atau siapa itu. Tapi waktu saya menanyakan kepada teman-teman yang bersangkutan, yang pakai hijab itu bisa bicara, artinya bisa mendengar," ungkap M Badrul Huda.
Lebih lanjut, M Badrul Huda menyampaikan, kalupun pihaknya menghadapi difabel atau yang berkebutuhan khusus, minimal harus ada yang mendampingi. Lalu, pihaknya sudah menyampaikan kepada yang mendampingi dan sudah dijelaskan kepada yang bersangkutan.
"Sebelumnya, kami juga sudah menyampaikan somasi ke pihak keluarga terkait tunggakan pembayaran kendaraan tersebut. Kami ada bukti-buktinya, setelah kendaraan tersebut diambil, kami mengirim pemberitahuan untuk penyelesaian kendaraan yang sudah di kantor," tutur M Badrul Huda.
"Terkait nomor kuitansi yang sama, yakni angsuran ke-30, M Badrul Huda pun membantahnya, tidak ada. Pencatatan di FIF itu semuanya pakai sistem, tidak mungkin ada pencatatan dua kali," pungkasnya. (Andy Yuwono)
Editor: Doi Nuri
Tags
Beda dengan Kisah Keluarga Korban Disabilitas, Ini Tanggapan FIF Mojokerto
APA REAKSI ANDA?
0 Sangat Suka
0 Suka
0 Tertawa
0 Flat
0 Sedih
0 Marah