Ini Pengakuan Keluarga PRT Banyuwangi yang Mendapat Penyiksaan di Malaysia

03 Mei 2023 14:48

Banyuwangi, SJP - Kasus penganiyaan yang menimpa Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Banyuwangi, membuat pilu di hati keluarga.
Sugimin (46) suami korban tak menyangka niat baik sang istri untuk merubah nasib keluarga berubah menjadi petaka. Istrinya Iw (38) justru disiksa dengan sangat keji oleh majikannya di Malaysia.
Dia baru tahu setelah mendapat kabar dari KBRI di Malaysia tentang kondisi istrinya. Selama ini dia bisa dibilang cukup jarang berkomunikasi dengan istri. Sebab kata Istri, oleh majikan dia dilarang pegang handphone.
"Dapat telepon itu badan saya gemetar saya saat itu sepulang dari sawah. Saya gak bisa nahan tangis dikabari dari KBRI Malaysia. Ya Allah kok bisa sampai seperti itu istri saya," kata Sugimin, Rabu (3/5/2023).
Sugimin bercerita kronologi istri korban berangkat Malaysia. Dia kala itu tergiur oleh tawaran salah satu teman. Pada Februari 2022 Iw memutuskan berangkat dibantu salah seorang warga Banyuwangi yang biasa membantu pemberangkatan PMI ke Negeri Jiran.
"Istri yang ingin berkerja di sana. Ada orang cerita, lalu dia ingin ikut. Bukan ditawari," ujar Sugimin.
Dia sempat meminta istrinya bersabar dan tidak berangkat. Namun persoalan ekonomi yang cukup pelik membuat tekad Iw bulat untuk pergi ke Malaysia.
"Saya bilang sabar dulu, rejeki sudah ada yang ngatur. Kita pelan-pelan bangun ekonomi keluarga. Tapi istri tetap ingin berangkat. Ya sudah gak apa apa, yang penting hati-hati," ungkap Sugimin.
Dari cerita warga yang membantu keberangkatan, keluarga sempat mengira bahwa Iw berangkat lewat jalur resmi.
Meski, keluarga sempat curiga karena korban diberangkatkan dari Batam, Kepulauan Riau.
Saat berada di Batam, Iw sempat menghubungi Sugimin. Ia bercerita takut ke Malaysia karena mengira akan berangkat menaiki kapal laut. Tapi, ternyata ia berangkat dari Batam ke Malaysia menaiki pesawat.
Selama sekitar setahun bekerja di Malaysia, Iw bekerja untuk satu majikan yang sama. Majikan itu adalah orang yang menganiayanya dan kasus penganiayaan tersebut heboh beberapa hari terakhir.
Sugimin menjelaskan, istrinya berangkat ke Malaysia tanpa biaya. Pihak yang memberangkatkan menanggung dana transportasi dan sebagainya. Justru, keluarga Iw mendapat uang Rp 2 juta dari pihak yang memberangkatkan itu.
Namun saat bekerja, sang istri terikat perjanjian dengan pihak tersebut. Ia bakal tak digaji selama tiga bulan awal bekerja.
"Potong gaji tiga bulan. Kerja tiga bulan tidak dapat gaji sama sekali," sambungnya.
Saat awal masa kerja, Iw intens berkomunikasi dengan suaminya dalam beberapa pekan sekali. Iw juga sempat bercerita bahwa sempat menerima perlakuan kasar dari majikan. Wajahnya, cerita Iw ke suami, sempat dipukul.
Hanya saja, kemudian sang istri tidak boleh memegang handphone selama bekerja disana.
"Sempat kontak saya, katanya gak boleh bawa HP disana. Saya iyain aja, mungkin itu aturan disana. Saya bilang ya sudah sabar, yang penting saya tahu kabar sampean baik-baik disana sudah tenang," ungkapnya.
Namun lama kelamaan, kontak HP sang istri tidak bisa dihubungi. Mulai saat itu Sugimin agak cemas dengan kondisi disana.
"Saya kemudian dapat WA voice note dari temannya istri yang ngabari ke keluarga. Kebetulan katanya orang Banyuwangi juga, ketemu pas di Pasar Malaysia sana katanya," katanya.
"Dikabari bahwa, selama enam bulan HP sang istri disita majikan," imbuh Sugimin.
Beberapa bulan setelah itu, Sugimin lost kontak dengan sang istri. Dan baru beberapa hari lalu mendengar kisah kekerasan yang diterima keluarga dari Iw.
Keluarga baru tahu bahwa Iw disiksa dengan sadis setelah kasus tersebut ditangani polisi Malaysia.
"Hari Minggu kemarin saya ditelepon KBRI Malaysia," ujarnya.
Selama bekerja bersama majikan itu, Iw menerima gaji dua kali. Masing-masing merupakan akumulasi dari 4 bulan kerja. Sebulannya, gaji yang dijanjikan adalah 1.300 ringgit.
"Terakhir menerima beberapa pekan lalu. Gaji untuk empat bulan kerja terakhir. Saat itu gaji yang diterima kalau dikurskan ke rupiah senilai Rp 16,8 juta," sambungnya.
Setelah adanya kasus penganiayaan itu, Sugimin berharap Iw lekas pulih dan bisa segera pulang. Ia juga berharap majikan pelaku penganiayaan dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Malaysia. (*)
TPS sekitar taman kota dan dekat area pemukiman mengganggu pernafasan warga dan pengunjung.
Kota Malang, SJP – Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Eko Herdianto memberikan perhatian khusus atas keberadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang sedang dikeluhkan warga sekitar, dan pengunjung Hutan Kota Malabar.
Keberadaan TPS yang sangat dekat dengan pemukiman warga, juga satu lokasi dengan Hutan Kota Malabar sebagai jantung kota, menjadi hal yang riskan bagi Eko.
Beberapa waktu lalu, keluhan masyarakat akan keberadaan TPS di sekitar Hutan Kota Malabar, telah direspon Komisi C dengan menggelar hearing, pada hari Kamis 27 April lalu.
Dalam forum tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, menjelaskan bahwa dari penganggaran Rp90 milliar yang paling besar di gunakan untuk kajian Detail Engineering Design (DED) pembangunan alun-alun tugu Kota Malang.
"Jadi pada saat hearing ditemukan bahwa anggaran yang paling besar sekitar 50% oleh DLH untuk tahun dianggarkan pada tahun 2022 penggunaan tahun 2023 yaitu kajian DED paling besar dan untuk perawatan taman hanya 30%," jelas Rahman.
Ketika ditanya mengenai penggunaan anggaran untuk taman kota pada tahun 2022, Rahman menjawab, bahwa anggaran untuk perawatan fasilitas taman kota bahwa untuk perawatan minim dikarenakan taman serta hutan se-Kota Malang sekitar 60 Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Rahman mengatakan, bahwa anggaran untuk taman kota, bukan untuk perawatan, tapi untuk pembangunan saja. Jika untuk perawatan,maka tidak cukup, karena total hutan serta taman kota sekitar 60 RTH," papar dia.
Sementara itu, Eko Herdianto dalam forum hearing telah mendesak DLH Kota Malang, untuk memahami bahwa permasalahan perbaikan fasilitas taman baru akan dianggarkan pada tahun 2023 ini
"Saya tegaskan untuk DLH bahwa anggaran untuk tahun 2023 ini, harus dialokasikan untuk pemeliharaan fasilitas dan perawatan taman kota dan hutan kota," kata dia
Eko memaparkan beberapa masalah yang harus diselesaikan DLH Kota Malang, seperti Taman Merbabu, Taman Kunang-kunang dan Hutan Kota Malabar yang menjadi keluhan warga.
Keluhan yang dikeluhkan seperti lampu taman yang padam, toilet yang rusak, bangku taman yang berkarat, tempat bermain untuk anak rusak, dan keberadaan TPS di kawasan RTH.
Keterangan warga yang bermukim di sekitar Hutan Kota Malabar, Eko (45), mengatakan bahwa TPS yang terletak dekat dengan pemukiman warga di area Taman Malabar sangat mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar.
"Bau sampah sangat menyengat, terlebih lagi saat musim hujan tumpukan sampah seringkali meluap ke jalan dan mengganggu pengguna jalan," ujarnya. (*)
Pewarta: Mohammad Ikhwan
Editor: Doi Nuri
Tags
Ini Pengakuan Keluarga PRT Banyuwangi yang Mendapat Penyiksaan di Malaysia
APA REAKSI ANDA?
0 Sangat Suka
0 Suka
0 Tertawa
0 Flat
0 Sedih
0 Marah